كلو نفسين ذائقة الموت,
ertinya setiap makhluk akan merasakan mati, sementara kematian tersebut akan
menjemput siapa saja dan di mana saja.
Begitu banyak huraian para daie
atau daieyah yang menceritakan bagaimana hebatnya sakaratul maut. Tanya pada
diri, berapa kalikah kita menziarahi makam atau melawat serta mengucapkan
takziah kepada kerabat yang meninggal? Dan berapa kalikah kita melawat orang yang
sakit? Akankah perjalanan kita tersebut berbuah hikmah untuk diri kita sendiri?
Atau sekadar menjaga hubungan baik dengan sesama saja? Jika semua berfikir,
ketika menziarahi orang yang meninggal dunia hingga mengkafankannya, juga
menguburkannya, sambil merenung, berfikir bahawa yang dikafani dan dikuburi
tersebut adalah diri kita, di mana roh kita melihat, bagaimana jerit tangis
esak keluarga yang ditinggalkan. Mungkin ada benarnya juga cerita dari Nasrudin
Hoja, berikut adalah petikan kata-kata beliau:
"Kita lahir ke bumi menangis dan ketika mati
kita meninggalkan tangisan dari orang terdekat kita."
Kita pun dicengkam ketakutan
dengan pertanyaan dalam kubur yang belum tentu mampu untuk menjawab.
Astaghfirullah. Saat itu kita lupa kalau kita adalah antara orang yang
berkedudukan tinggi, dan orang yang paling kaya di kampung kita, di mana kita
adalah orang terkenal yang banyak dipuji dan dipuja. Rasa sakit dicabut nyawa
masih terasa, jerit tangis keluarga tidak mampu meredakannya. Kain kafan
dipersiapkan, penggali kubur terus menggali, orang menziarah datang bersilih ganti,
akankah sang mayat mampu berteriak?
"Jangan!! Aku ingin hidup seribu tahun lagi!!
Aku ingin bertaubat sebelum mati! Ingin beribadah dan memperbaiki kelalaianku.
Begitu lelah aku mengumpulkan harta! Begitu aku telah mencapai dalam meraih
keduniaan semata! Akankah semua itu aku tinggalkan???"
Harta yang kita kumpulkan dengan
susah payah, hanya akan menjadi saksi bisu, bahkan akan menjadi kayu bakar
kita, manakala tidak menjadikan sarana ibadah kepada-Nya. Lantas bagaimana anak
isteri yang kita cintai, itu pun tidak mampu berbuat apa-apa, kecuali kalau
mereka seiring dan mempunyai tujuan yang sama untuk meniti jalan-Nya,
lebih-lebih lagi jika memiliki anak yang soleh yang mendoakan, insyaAllah ianya
menjadi penyelamat kita.
Jadi, kita benar-benar sendiri, memikul amal perbuatan
masing-masing, tidak kira sama ada yang baik mahupun yang buruk. Saat itu
kekuatan yang kebiasannya kita rasakan, akan berkurangan, kaki yang selalunya
berjalan, mulai lemah, begitu juga tangan dan anggota tubuh lainnya. Degup jantung
semakin lemah, nafas sesak dan akhirnya seribu sakit mendera kita. ALLAHU
AKHBAR, nyawa lepas dari raga terkulai tidak berdaya dan kita yang sedang
menyaksikan badan tersebut. Saat itu baru kita sedar, betapa singkatnya hidup,
betapa menyesalnya kita dengan waktu yang terbuang begitu sahaja. Baru tersedar
jika hidup tiada punya tujuan yang lain kecuali hanya untuk beribadah. Saat itu
mungkin kita sedang meratapi badan yang penuh berlumuran dosa, tetapi pintu
keampunan telah tertutup, kesempatan berbuat dan beramal soleh telah selesai.
Ketika muda, ketika masih tampan atau cantik, kematian seakan jauh dari kita.
Sehingga ramai daripada mereka menjadikannya sebagai meraih harta dan
populariti.
Betapa naifnya mereka yang lupa
akan amanah badan dan kemampuan yang seharusnya untuk mengabdi hanya
kepada-NYA, tetapi malah disalahgunakan. Lantas, harus bagaimana kita? Akankah
saat kita berhasil dalam urusan dunia kita lupa? Sementara saat kita menderita,
menghalalkan segala cara. Begitu banyak hamparan kebun amal berada di
sekeliling kita, anak yatim yang membutuhkan kasih sayang, perut orang-orang
miskin yang lapar, janda-janda dhuafa yang membutuhkan santunan, anak-anak
cerdas yang menginginkan persekolahan, orang-orang sakit yang tidak mampu
membayar biaya pengubatan, orang-orang awam yang membutuhkan santunan ilmu
agama, masjid-masjid yang terhambat pembangunannya, daerah-daerah rawan
aqidah, bergejolaknya pemurtadan, pendangkalan aqidah yang hampir di semua
bidang terutama budaya dan sosial serta berbagai macam kebun amal lainnya yang
menunggu penggarapnya dengan berbagai jenis bibit unggul yang siap ditanam.
Untuk itu berbuatlah berbagai
macam kebaikan sebanyak-banyaknya sehingga saat ajal memanggil, tidak akan
hadir kerisauan yang ada hanya kepasrahan dengan segala ketentuan yang telah
ditetapkan-NYA. Perlu sekali kita ingat, apa pun yang kita perbuat adalah
anugerah dari rahmat-NYA. Mengapa demikian? Sebab ketika kita ingin berbuat
baik, maka atas izin-NYA jualah kita sampai pada perbuatan baik tersebut. Untuk
itu saat kita mampu beramal soleh maka bersyukurlah kerana kemampuan beramal
belum tentu diberikan kepada semua orang dan itu merupakan rezeki yang luar
biasa.
Akhirnya, rezeki yang sebenarnya
merupakan segala sesuatu yang kita infaqkan di jalan ALLAH baik itu harta,
ilmu, waktu, tenaga dan sebagainya, yang bisa kita berikan untuk Rabb yang kita
cintai. Dengan demikian, yang menjadikan kita penghuni Syurga, bukan kerana
amal soleh kita, tetapi rahmat-NYA.
Kalau kita rajin menelusuri
kenikmatan demi kenikmatan yang ALLAH anugerahkan maka meskipun umur kita habis
untuk menghitung nikmat-NYA, nescaya tidak akan pernah terhitung. Misalnya,
betapa nikmat-NYA kita saat mengerlipkan mata dan bagaimana andai kita tidak
bisa lagi berkelip? Sementara kita beribadah sepanjang usia maka nikmat
kerlipan mata tersebut tidak akan pernah tergantikan dengan ibadah yang kita
pekerjakan. Kenapa tidak terbersit bahawa kenikmatan tersebut sering kita
lupakan?
Manusia ramai yang membuang
waktu percuma, hidupnya tertipu oleh kemilau dunia, yang tidak pernah bersyukur
dengan berbagai nikmat-NYA. Saat itu dia memandang mukanya sendiri yang hitam
legam menakutkan, mengapa demikian? Kerana selama hidupnya amat jarang
melaksanakan shalat dan jarang tersentuh air wudhu’. Mulutnya menganga kerana
banyak kata-kata yang melukai banyak orang. Seperti caci maki, ghibah, cercaan
dan hinaan pada sesama serta cemuhan yang sering keluar dari mulut.
Kita lihat mata, Astaghfirullah
membeliak menakutkan. Ingat bahawa mata itu, selalu menatap dunia, dan terpukau
dengan fatamorgana yang penuh dengan kepalsuan. Matanya amat asyik dalam
menatap kebesaran ALLAH bahkan hampir tidak pernah. Dunia yang selalu menjadi
tumpuan hidupnya, akhirat hampir tidak pernah dilirik, apakah tidak bisa
memberikan waktu, kesempatan dan keinginan untuk mengetahuinya?
Di dada, tidak kelihatan Asma
ALLAH, hatinya sudah mati terlebih dahulu, hampir tidak pernah menyebut apalagi
mengingati-NYA. Hatinya penuh dengan angan-angan dan cita-cita untuk menguasai
dunia walau harus menghalalkan berbagai cara. Astaghfirullah, turun lagi ke
tangan, tangan yang kikir, bakhil, yang sering mengambil hak orang lain dan
yang hanya jadi sarana untuk memerintah belaka, seperti: pandai menuduh
kesalahan orang lain daripada memperbaiki kelemahan dan kekhilafan dirinya
sendiri. Astaghfirullah.
Selanjutnya, kaki yang pantang
untuk tidak mengejar keinginan yang tidak bertepi. Mengapa demikian? ‘Kufur
Nikmat’ sebagai penyebabnya. Sekujur tubuh ditatapnya penyesalan luar biasa,
sungguh tiada guna. Rasa sakit yang masih terasa bagaimana hebatnya sakaratul
maut, belum lagi ketakutan memasuki liang lahat. Malaikat Munkar dan Nakir
bertanya yang belum tentu kita sanggup untuk menjawabnya.
Dengan demikian, bagaimana
menghindarinya? Sebelum penyesalan itu tiba, sebelum kesengsaraan panjang
menghampiri maka bergegaslah menuju ampunan dan rahmat-NYA. Jangan sia-siakan
waktu dan kesempatan yang hanya sementara ini agar selalu ingat pada-NYA,
jalankan perintah dan jauhi larangan-NYA. Jangan biarkan kita dihisab oleh
segala amal buruk kita. Semoga kita digolongkan kepada hamba yang diseru-NYA,
dan semoga termasuk hamba yang mencintai dan dicintai oleh Rabb-NYA yang
mengasihi kita.
~kuretomey~
No comments:
Post a Comment